BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Islam adalah sesuatau yang tak dapat
dipisahkn dari kehidupan kita termasuk dari globalisasi, sebelum membahas
mengenai hubungan islam dan globalisasi kita perlu menegetahui pengertian dari
islam dan Globalisasi itu sendiri.
Kata globalisasi berasal dari kata global yang artinya
menyeluruh, globalisasi belum memiliki makna yang mapan, kecuali sekedar
depinisi kerja, ( working definition )
, sehingga tergantung dari mana seseorang memandangnya, adayang memendangnya sebagai suatu proses social, atau proses sejrah atau proses alamiah yang akan membawa seluruh umat manusia didunia makin terikat setu sama lain, yang mewujudkan suatu tatanan kehidupan social yang menyingkirkan segala perbedaan.
, sehingga tergantung dari mana seseorang memandangnya, adayang memendangnya sebagai suatu proses social, atau proses sejrah atau proses alamiah yang akan membawa seluruh umat manusia didunia makin terikat setu sama lain, yang mewujudkan suatu tatanan kehidupan social yang menyingkirkan segala perbedaan.
B.
Rumusan masalah
Dari latar belakang
diatas ,rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
A. Islam dan globalisasi
B. Modernisme dan puritanisme islam
C. Gerakan fundamentalismeda radikalidme islam
D. Islam : Eksklusif dan Inklusif
E.
Islamisasi sains
F.
Pluralisme Agama-agama
C.
Tujuan
pembahasan
1.
Mengetahui
tentang Islam dan globalisasi
2.
Mampu
mengetahui hubungan islam dan globalisasi
3.
Mampu
mengetahui gerakan-gerakan dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.Islam dan Globalisasi
Islam dan Globalisasi
Islam adalah sesuatau yang tak dapat
dipisahkn dari kehidupan kita termasuk dari globalisasi, sebelum membahas
mengenai hubungan islam dan globalisasi kita perlu menegetahui pengertian dari
islam dan Globalisasi itu sendiri.
Pengertian Islam
Menurut bahasa islam berasal dari kata ‘aslama’ yang berarti
tunduk, patuh berserah diri dan keselamatan, sedangkan menurut istilh islam
adalah agama yang di bawa sejak nabi adam dan diwahyukan oleh Allah kepadaSWT
nabi muhamad SAW. Yang berisi aturan aturan yang mengatur hubungan manusia
dengan tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Dan agama
islam merupakan agama penyempurna dri agama-agama sebelumnya. (Toto suryana
1996 )
Pengertian Globalisasi
Kata globalisasi berasal dari kata global yang artinya menyeluruh,
globalisasi belum memiliki makna yang mapan, kecuali sekedar depinisi kerja, (
working definition )
, sehingga tergantung dari mana seseorang memandangnya, adayang memendangnya sebagai suatu proses social, atau proses sejarah atau proses alamiah yang akan membawa seluruh umat manusia didunia makin terikat setu sama lain, yang mewujudkan suatu tatanan kehidupan social yang menyingkirkan segala perbedaan.
, sehingga tergantung dari mana seseorang memandangnya, adayang memendangnya sebagai suatu proses social, atau proses sejarah atau proses alamiah yang akan membawa seluruh umat manusia didunia makin terikat setu sama lain, yang mewujudkan suatu tatanan kehidupan social yang menyingkirkan segala perbedaan.
Hubungan Islam dan Globalisasi
Dari penomena globalisasi yangterjadi hal-hal umum yang
mengglobal adalah Seni budaya, Ilmu pengetahuan,ekonomi, teknologi, dan agama,
dari hal-hal yang mengglobal tersebut selalu terdapat permasalah, permasalahan
tersebut selalu muncul yang menjadi permaslahan social, dimana permasalahan
tersebut sealau menjdi hal yang tabu, seperti masuknya budaya barat yang masuk
kedalam masyarakat timur, dimana budaya barat tersebut selalu dianggap hal yang
wajar oleh masyarakat timur walaupun bertolak belakang,
seperti kebudayan barat yang kuat dapat dengan mudah
mengglobal di dalam masyarakat dunia, selain buadaya, globalisasi seni,
pendidikan, teknologi, dalam proses perjalanan globalisasinya selalu diken
dalikan oleh yang terkuat. Banyak system pendidikan, teknologi dan system
perokonomian yang di adopsi dari barat, karena memang itulah yang di anggap
kuat,Dan itupun tak menutup kemungkinan kebudayaan timur yang menyebar di
masyarakat barat dikarenakan mereka menganggap hal tersebut merupakan hal yang
baik.
Dari proses globalisasi itulah banyak menimbulkan dampak positip dan negatip, dampak positip akan menjadi sebuah proses kemajuan dan kebaikan bagi umat manusia, seperti menyebarnya ilmupengetahuan, teknologi dan system-sistem kehidupan yang mudah di dapat oleh masyarakat. sebalikanya dampak negatip dari globalisasi adalah mudah meluasnya dan menyebarnya paham paham yang buruk yang dianggap tak sesuai dengan budaya timur atau tak sesuai dengan agama Islam.
Dari proses globalisasi itulah banyak menimbulkan dampak positip dan negatip, dampak positip akan menjadi sebuah proses kemajuan dan kebaikan bagi umat manusia, seperti menyebarnya ilmupengetahuan, teknologi dan system-sistem kehidupan yang mudah di dapat oleh masyarakat. sebalikanya dampak negatip dari globalisasi adalah mudah meluasnya dan menyebarnya paham paham yang buruk yang dianggap tak sesuai dengan budaya timur atau tak sesuai dengan agama Islam.
Peran Islam dalam globalisasi
Seperti yang telah dijelaskan di atas globalisasi banyak
membawa hal negatip dan permasalahan bagi manusia, maka dalam hal ini peran
islam sangat penting sebagai filter atau penyaring segala sesuatu yang menyebar
di sekitar kita dan islam harus menjadi pengendali atas segala sesuatu hal yang
mengglobal , segala sesuatu yang terdapat di dalam globalisasi belum tentu baik
bagi kita oleh karena itu islam telah memberikan peraturan-peraturan dan
hukum-hukum yang sebenarnya menyelamatkan kita. Dari masa jaman dahulu sampai
sekarang dan seterusnya ajaran islam yang terdapat dalam alquran akan terus
berlaku seperti furman Allah SWT dalam( QS Al-anam ayat 83)
“Dan tidak ada yang kami alpakan (tingglkan ) di dalam
alkitab ( Al-Quran )
berdasarkan ayat di atas nampak bahwa alquran berfungsi memberikan
pnjlasan kepada umat manusia terhadap segala sesuatu, dan segala sesuatu yang
di maksud itu bukan hanya yang trjadi pada masa yang lalu dn sekarang, tetapi
untuk di masa yang akan datang, karena Islam merupakan agama akhir jaman yang
akan selalu up-todate.
Peran globalisasi dalam Islam
Bagi masyarakat islam yang koserpative atau pesimis dan anti
terhadap globalisasi selalu menganggap globalisasi adalah suatu proses yang
dapat menyesatkan umat manusia mereka beranggapan segala sesuatu yang datangnya
dari luar merupakan ancaman dan bertolak belakang.
Di sisi lain pihak yang pro terhadap globalisasi dan optimis terhadap globalisasi beranggapan bahwa, globalisasi bis dijadikn momentum yang besar untuk menyebar luaskan agama islam secara menyeluruh, karena hal tersebut didasarkan atas anggapan bahwa islam tidak hanya untuk satu golongan, negara ras atau warna kulit tetapi islam diperuntukan bagi seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Hal tersebut atas firaman Alloh dalam surat Al –araf ayat 158
Di sisi lain pihak yang pro terhadap globalisasi dan optimis terhadap globalisasi beranggapan bahwa, globalisasi bis dijadikn momentum yang besar untuk menyebar luaskan agama islam secara menyeluruh, karena hal tersebut didasarkan atas anggapan bahwa islam tidak hanya untuk satu golongan, negara ras atau warna kulit tetapi islam diperuntukan bagi seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Hal tersebut atas firaman Alloh dalam surat Al –araf ayat 158
“Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepadamu
semua……’
dalam ayat di atas menjlaskan bahwa islam tidak hana untuk satu golongan saja tetapi islam diperuntukan bagi seluruh umat di muka bumi. Dan di jelaskan pula dalam surat al araf 172
“Dan (ingatlah) ketiak tuhan mu mengeluarkan keturunan anak- anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka ( seraya berfirman ) Bukan kah aku ini Tuhan mu? Kami menjadi saksi kami lakukan itu agar di hari kiamat kamu tidk mengatakan sesungguhnya kami ( bani adam/umat manusia )adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah ) Al Araf 172
dalam ayat di atas menjlaskan bahwa islam tidak hana untuk satu golongan saja tetapi islam diperuntukan bagi seluruh umat di muka bumi. Dan di jelaskan pula dalam surat al araf 172
“Dan (ingatlah) ketiak tuhan mu mengeluarkan keturunan anak- anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka ( seraya berfirman ) Bukan kah aku ini Tuhan mu? Kami menjadi saksi kami lakukan itu agar di hari kiamat kamu tidk mengatakan sesungguhnya kami ( bani adam/umat manusia )adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah ) Al Araf 172
kita tau bahwa umat manusia barasal dari nabi Adam. Oleh
karena itu seluruh keturunan Adam ( manusia ) telah di ambil kesaksian islamnya
maka dari itu agama islam diperuntukan bagi seluruh umat manusia di muka bumi
ini.
Atas dasar itulah pihak yang pro globalisasi menjadi kan globalisasi sebagai sebuah sarana untuk penyebaran agama islam bagi seluruh umat manusia.
Atas dasar itulah pihak yang pro globalisasi menjadi kan globalisasi sebagai sebuah sarana untuk penyebaran agama islam bagi seluruh umat manusia.
B. Modernisme dan Puritarisme Islam
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat
perubahan zaman yang semakin berubahnya tradisi yang ada dengan dalam kurun sejarah yang akan
berjalan dengan tradisi sebelumnya.
Sebagai suatu bukti tradisi yang tejadi pada abad modern
yang jauh berbeda dengan generasi umat islam pertama. Perubahan tersebut dapat
dilihat dari barang-barang kebutuhan hidup dalam rumah tangga yang dan alat
pemenuhan kebutuan yang semakin modern, pola hidup yang disesuaikan dengan
zaman modern serta alat-alat pemanuhan kebutuhan lainnya pun
serba modern.
Dari perubahan-perubahan yang terjadi sesuai perkembangan
zaman makan akan terjadi pula perubahan tradisi dan budaya yang mengalir dari
suatu wilayah ke belahan bumi lainnya yang berbeda tradisi. Perubahan tradisi
tersebut mempengaruhi pola pikir yang akan berimbas kepada pemahaman terhadap
ajaran agama. Dengan pemahaman yang berbeda tentu akan berpengaruh pula
terhadap pelaksanaan syari’at agama terutama syari’at luhur yang terkadung
dalam Islam.
Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut membuat
kekhawatira di kalangan fundamentalis muslim terhadap bahaya pengaruh asing
yang bukan berasal dari ajaran islam. Seperti budaya Sinkritisme yang terjadi pada
masyarakat pribumi Indonesia pada saat datangnya Islam yang notabene berasal
dari agama Hindu. Oleh karenannya mendorong sebagian kelompok melakukan
pergerakan dalam rangka memurnikan syari’at islam yang sesunggunya agar
terlepas dari sifat Takhayyul, Bid’ah, dan Khurafat yang rentan mempengaruhi
akidah umat Islam.
Tidak hanya persoalan akidah, yang menjadi pesoalan utama
adalah masalah kemunduran umat Islam yang semakin tertinggal daripada Barat.
Maka lakukanlah usaha-usaha oleh pemimpin-pemimpin Islam modern mengharapkan
akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran yang akan dibawa
kepada kemajuan seperti yang terjadi pada masa kejayaan umat islam.
PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM
1.
Pengertian dan Difinisi
Kata modern menurut Harun Nasution,
dalam khazanah pemikiran Barat mangandung makna pikiran, aliran, gerakan, dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan
sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan olah kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Perubahan dilakukan adalah untuk
menyesuaikan keadaan masyarakat dengan perkembangan zaman oleh suatu bangsa
dalam rangka mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
Perubahan ini mensyaratkan agar
memberikan solusi nyata dengan mendatangkan paradigma baru dalam suatu
masyarakat untuk mewujudkan suatu kebangkitan bagi umat. Dikalangan masyarakat
pemikir muslim moderni lebih dikenal dengan istilah Tajdid.
Dalam pengertian garis besar makna kata puritanisme secara etimologis berasal dari bahasa Yunani pure yang berarti murni.
Dalam pengertian garis besar makna kata puritanisme secara etimologis berasal dari bahasa Yunani pure yang berarti murni.
Sedangkan Puritanisme menurut
istilah memiliki dua dimensi artian yaitu di lapangan pemikiran dan
kepercayaan. Puritanisme di lapangan pemikiran. Misalnya dilapangan ilmu
pengetahuan berupa tidak mau menggunakan kata atau ejaan yang mirip dengan
perkataan atau ejaan bangsa asing. Dalam lapangan kepercayaan, merupakaan sikap
untuk hanya berpegang kepada ajaran yang termuat dalam suatu kitab suci sesuai
dengan arti kata. Pengertian yang tidak cocok dengan arti kata dianggap
berbahaya atau salah. Disamping sikap mengenai makna ajaran agama pada beberapa
golongan yang mengikuti cara siap hidup paling sederhana sesuai dengan
keperluan kehidupan minimal tanpa mengganggu kesehatan (asketisme). Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa puritanisme dapat ditarik suatu benang
merah yaitu pemurnian. Dalam islam lebih hidmat jika memakai istilah sufi.
Pemurnian ditujukan untuk mengembalikan umat islam kepada ajaran yang murni
berasal dari pembawanya Nabi Muhammad saw yaitu al-Quran dan hadis agar bersih
dari perilaku takhayyul, bid’ah dan khurafat yang dapat merusak ajaran dan
aqidah umat islam.
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa dalam bahasan pemurnian ini adalah kembali kepada ajaran islam yang murni yakni kembali kepada ajaran yang telah dibawa oleh Muhammad saw dan para sahabatnya yang berpedoman kepada sumber hukum islam yaitu al-Quran dan Hadis yang shahih untuk menyesuaikan antara perubahan zaman yang semakin aktual dengan ajaran islam yang murni untuk dapat dijalankan secara sinergis.
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa dalam bahasan pemurnian ini adalah kembali kepada ajaran islam yang murni yakni kembali kepada ajaran yang telah dibawa oleh Muhammad saw dan para sahabatnya yang berpedoman kepada sumber hukum islam yaitu al-Quran dan Hadis yang shahih untuk menyesuaikan antara perubahan zaman yang semakin aktual dengan ajaran islam yang murni untuk dapat dijalankan secara sinergis.
2.
Antara Puritanisme/Pemurnian dan
Modernisasi/Tajdid dalam Islam.
Dari pengertian antara puritanisme dan modernisme diatas dapat dilihat bahwa kedua istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda. Jika puritanisme mengandung arti memurnikan
pemikiran atau ajaran dari segala aspek dari luar yang
mencampuri atau mempengaruhi suatu pemikiran atau ajaran tertentu yang dapat
menodai kemurnian ataupun ajaran tersebut. Sedangkan modernisme mengandung
pengertian gerakan membuat suatu perubahan paradigma berpikir dalam masyaraklat
suatu bangsa ke arah perubahan sesuai dengan perkembangan zaman yang sarat
dengan perubahan di bidang ilmu, teknologi, seni, politik, budaya, dan
sebagainya. Perubahan tersebut secara lansgung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi kehidupan beragama dan berimbas kepada pemahaman terhadap akidah.
Maka dengan adanya pergerakan modernisasi pemikiran islam
diharapkan dapat mewujudkan kesesuaian antara kemajuan zaman dan agama.
Jika dilihat ke belakang, dimulai setelah selama dua
setengah abad sepeninggal Nabi Muhammad saw dapat dikatakan secara luas
ditandai dengan ketegangan antara Islam ortodoks dengan Sufisme. Ortodoksi
Sunni mengalami kristalisasi setelah bergulat dengan aliran Mu’tazilah
(rasionalisme dalam islam), aliran Syi’ah dan kelompok-kelompok Khawarij.
Pergulatan itu sesugguhnya masih terus berlangsung sampai
abad ke-13 H dan kekuatan besar yang dihadapi Sunni adalah sufisme yang pada
tahap lanjutan mengalami degenerasi. Disamping itu merajalelanya bid’ah di
kalangan umat telah membuat sebagian umat buta terhadap ajaran-ajaran orisinil,
yakni ajaran-ajaran yang tertera dalam al-Quran dan sunnah yang shahih.
Bagi banyak pengamat, sejarah silam di masa modern pada
intinya adalah sejarah dampak Barat terhadap masyarakat Islam, yang khusunya
sejak abad ke-13 H/19 M. mereka memandan Islam sebagai suatu massa yang
semati-matinya menerimapukulan-pukulan destruktif atau pengaru-pengaru yang
formatif dari Barat. Dari penggalan sejarah yang dikemukakan, ternyata yang
menjadi faktor kemunduran itu adalah perhelatan didalam tubuh umat islam itu
sendiri yang membuat melemahnya muwahhadah umat.
Dengan melihat kejadian tersebut, tergugahlah hati Ibnu Taimiyah untuk melakukan perubahan islam pada peralihan abad 13 dan 14 H. Sehingga dengan usahanya Ibnu Taimiyah disebut sebagai bapak tajdid atau reformis Islam. Ia melakukan kritik tajam tidak saja kearah sufisme dan para filosof yang mendewakan rasionalisme. Kritik Ibnu Taimiyah sendiri selalu menuju kearah seruan agar umat islam kembali kepada al-Quran dan Sunnah serta memahami kembali kedua sumber hukum Islam dengan landasan ijtihad.
Dengan melihat kejadian tersebut, tergugahlah hati Ibnu Taimiyah untuk melakukan perubahan islam pada peralihan abad 13 dan 14 H. Sehingga dengan usahanya Ibnu Taimiyah disebut sebagai bapak tajdid atau reformis Islam. Ia melakukan kritik tajam tidak saja kearah sufisme dan para filosof yang mendewakan rasionalisme. Kritik Ibnu Taimiyah sendiri selalu menuju kearah seruan agar umat islam kembali kepada al-Quran dan Sunnah serta memahami kembali kedua sumber hukum Islam dengan landasan ijtihad.
Namun jika dianalisa lebih global, penulis tertarik kepada
pendapat bahwa modernisme bukanlah merupakan ataupun kekalahan antara dua
orientasi kultural: antara Timur dan Barat, atau antara Islam dengan non Islam.
Namun yang sesungguhnya adalah antara dua zaman yang berbeda, misalnya abad
Agraria dan abad Teknis. Atau keunggulan zaman “sejarah” terhadap zaman
“pra-sejarah” dengan dimensi yang jauh lebih besar dan intensitas yang jauh
lebih hebat.
Tetapi nampaknya segi kekurangan paling serius daripada abad
modern ini ialah dalam hal yang menyangkut diri kemanusiaan yang paling
mendalam, yaitu bidang keruhanian dan keagamaan. Hal inilah yang diantisipasi
sebelumnya oleh Ibnu Taimiyah dalam menghadapi modernisasi. Maka dengan adanya
dari waktu ke waktu usaha pembaharuan, atau penyegaran, atau pemurnian
pemahaman umat kepada agamanya adalah sistem yang tidak bisa dipisahkan dari
sejarah bagi umat islam sebagai suatu yang telah diisyaratkan oleh Nabi.
Maka dari sudut tinjauan diatas maka wajar saja nantinya
pada abad ke 18 Jazirah Arab menyaksiakan usaha pembaharuan yang militan
dilancarkan oleh Syekh Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab (1115-1206 H/1703-1792 M),
yang melahirkan apa yang dinamakan gerakan Wahabi.
Selanjutnya di belahan bumi lainnya kita menyaksikan
beberapa pergerakan lainnya pun dilakukan oleh para kaum modernis dengan
melihat alasan yang sama walaupun situasi yang berbeda dan lapangan pergerakan
yang berbeda-beda pula sesuai dengan corak masing-masing. Seperti Muhammad
‘Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, sang reformis Muhammad Rasyid Ridha, sayyid
Ahmad Khan, Mustafa Kemal Attaturk dan banyak lagi para pembaharu lainnya yang
berjuang untuk perubahan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang
telah jauh lebih maju.
Modernisme mengandung makna pikiran, aliran, gerakan, dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adap istiadat, institusi-institusi lama dan
sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan olah kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Puritanisme dalam islam mempunyai pengertian usaha untuk
mengembalikan umat islam kepada ajaran yang murni berasal dari pembawanya yakni
Nabi Muhammad saw. yaitu al-Quran dan hadis agar bersih dari perilaku
takhayyul, bid’ah dan khurafat yang dapat merusak ajaran dan aqidah umat islam.
Pengertian antara puritanisme dan modernisme dapat dilihat
bahwa kedua istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda. Jika puritanisme
mengandung arti memurnikan pemikiran atau ajaran dari segala aspek dari luar
yang mencampuri atau mempengaruhi suatu pemikiran atau ajaran tertentu yang
dapat menodai kemurnian islam. Sedangkan modernisme mengandung pengertian
gerakan membuat suatu perubahan paradigma berpikir dalam umat islam yang lebih
aktual. Maka dengan adanya pergerakan modernisasi diharapkan dapat mewujudkan
kesesuaian antara kemajuan zaman dan agama. Tujuan keduanya adalah untuk
menyesuaikan antara perubahan zaman yang semakin aktual dengan ajaran islam
yang murni.
Jika menggunakan analisa lebih global, modernisasi bukanlah
merupakan ataupun kekalahan antara dua orientasi kultural: antara Timur dan
Barat, atau antara Islam dengan non Islam. Namun yang sesungguhnya adalah
perubahan antara dua zaman yang berbeda, misalnya abad Agraria dan abad Teknis,
zaman masyarakat pedesaan menuju masyarakat perkotaan, dan bahkan antara zama
pra-sejarah kepada zaman sejarah. Jadi substansinya adalah perubahan-perubahan
global yang terjadi pada suatu masa yang berangkat dari ketertinggalan menuju
perubahan yang lebih maju.
Tetapi nampaknya segi kekurangan paling serius daripada abad
modern ini ialah dalam hal yang menyangkut diri kemanusiaan yang paling
mendalam, yaitu bidang keruhanian dan keagamaan. Hal inilah yang diantisipasi
oleh kaum modernis muslim dalam menghadapi masalah keumatan yang terus
diperjuangkan dari masa ke masa. Perhelatan ini tetap akan terjadi dan
mengalami benturan antar kultur di belahan bumi manapun hal itu terjadi.
C.Radikalisme dan Fundamentalis
Beberapa
tahun belakangan ini, isu radikalisme agama sangat menguat dan mengguncangkan
kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Kelompok agama fundamental berjuang
sekuat tenaga dan dengan segala cara, memperjuangkan visi dan misi mereka,
tanpa peduli akan kenyataan dalam masyarakat bahwa bangsa ini adalah pluralis Mereka bahkan berkeinginan untuk
mendirikan negara Islam di Indonesia.Fundamentalisme adalah sebuah gerakan
dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada
apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi).Paham
fundamentalisme keagamaan adalah paham politik yang dianut suatu negara atau
pemerintahan, dimana agama dijadikan sebagai basis ideologi dan dimana agama
dipakai sebagai pusat pemerintahannya dan pemimpin tertinggi negara tersebut
haruslah seorang petinggi agama.
Peristiwa
Radikalisme Islam
Radikalisme,
terutama yang berkedok agama Islam menjadi perhatian luas masyarakat
internasional, termasuk kaum agamawan, seiring dengan merebaknya serangkaian
aksi kekerasan sejak peristiwa Black Tuesday World Trade Center (WTC) 11
September 8 tahun yang lalu. Dan Indonesia juga sempat menjadi ajang unjuk gigi
aksi terorisme seperti yang terjadi dalam pengeboman Hotel JW Marriot, tragedi
Legian Bali, kasus Poso di Sulawesi dan lain-lainnya. Aksi tak
berperikemanusiaan ini gagal dicegah oleh aparat keamanan sehingga orang-orang
yang tak berdosa kehilangan nyawa mereka terus bertambah.
Mari kita ingat kembali proses pengadilan kasus kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah aktivis FPI (Front Pembela Islam), salah satu paham radikalisme Islam, dalam peristiwa "1 Juni" di lapangan Monas Jakarta telah membuahkan sejumlah kekerasan baru. Setelah drama intimidasi terhadap sejumlah aktivis Aliansi Kebangsaan bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), antara lain Nong Darol Mahmada dan Muhammad Guntur Romly, belakangan terjadi tawuran antara aktivis FPI dengan aktivis Banser Ansor, kelompok pengamanan organisasi di bawah payung Nahdlatul Ulama (NU). Kelompok ini diduga bergerak atas permintaan dari aktivis AKKBB yang membutuhkan perlindungan keamanan.
Mari kita ingat kembali proses pengadilan kasus kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah aktivis FPI (Front Pembela Islam), salah satu paham radikalisme Islam, dalam peristiwa "1 Juni" di lapangan Monas Jakarta telah membuahkan sejumlah kekerasan baru. Setelah drama intimidasi terhadap sejumlah aktivis Aliansi Kebangsaan bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), antara lain Nong Darol Mahmada dan Muhammad Guntur Romly, belakangan terjadi tawuran antara aktivis FPI dengan aktivis Banser Ansor, kelompok pengamanan organisasi di bawah payung Nahdlatul Ulama (NU). Kelompok ini diduga bergerak atas permintaan dari aktivis AKKBB yang membutuhkan perlindungan keamanan.
Menurut
K.H. Hasyim Muzadi, Ketua Umu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), mengungkapkan
bahwa munculnya radikalisme dalam Islam disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, pengertian seseorang terhadap
Islam dan penyalahgunaan Islam untuk perorangan. Kedua, Islam digunakan
sebagai pembenaran tanpa mengakui eksistensi agama yang lain. Kelompok radikal
mengklaim (truth claim) agama dan kelompoknya yang paling benar. Radikalisme
Islam bahkan berakar jauh dalam sejarah, yakni sejak Khulafaurrasyidin dengan
pecahnya Islam menjadi beberapa kelompok seperti Khawarij, Syiah, Mu’tazilah
dan sebagainya.
K.H.
Hasyim Muzadi juga berkata bahwa terorisme sesungguhnya terkait dengan beberapa
masalah mendasar, antara lain, pertama, adanya wawasan keagamaan yang keliru.
Kedua, penyalahgunaan simbol agama. Ketiga, lingkungan yang tidak kondusif yang
terkait dengan kemakmuran dan keadilan. Kempat, faktor eksternal yaitu adanya
perlakuan tidak adil yang dilakukan satu kelompok atau negara terhadap sebuah
komunitas. Akibatnya, komunitas yang merasa diperlakukan tidak adil bereaksi.
Dominasi
Amerika atas kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya telah merusak tatanan
umat Islam. Baginya, Amerika merupakan simbol hegemoni Barat yang harus dilawan
karena telah melakukan dominasi kerusuhan di dunia Islam. Setidaknya kata
Jaenuri, Amerika dan sekutunya telah merusak kedamaian Islam di Palestina dan
negara-negara Islam di penjuru dunia. Sementara Syafi’i mengungkapkan bahwa
gejala radikalisme agama yang berkembang di masyarakat ditandai oleh beberapa
hal. Pertama, adalah kecenderungan untuk menafsirkan teks secara leterlek
dengan mengabaikan konteks. Kedua, adanya orientasi pada penegakan syariah,
atau syariah minded. Dan ketiga, adalah adanya kecenderungan anti pluralisme.
Kecenderungan seperti ini menampakkan adanya pengaruh gerakan salafisme dari
Timur Tengah.
D.Islam Eksklusif dan Inklusif
Akhlak sebagai fondasi, sedang aqidah
dan syariah (ibadah) sebagai dinding dan atap. Dengan pembolak-balikan ini,
akhirnya mereka berpendapat bahwa untuk menjadi ‘Muslim’ yang benar haruslah
memiliki fondasi yang kokoh yaitu (kata mereka) akhlak. Lalu mereka menganggap
aqidah dan ibadah menjadi tidak penting. Akibat teori konsep bangunan diri
seorang Muslim yang dibolak-balik ini, maka sampailah mereka pada kesimpulan
berbentuk ’fatwa’ bahwa : “semua agama adalah sama, karena sama-sama
mengajarkan kebaikan (akhlak), dengan akhlak lah kita masuk surga, adanya
berbagai macam agama hanyalah media dan cara untuk melakukan kebaikan untuk
Tuhan yang sama” . Itulah salah satu karya ‘ijtihad’ sesat kaum penganut paham
‘Islam Inklusif’.
Alangkah bodohnya bila kita termasuk salah
satu diantara mereka.
Takutlah pada Allah.
Kategorisasi sang doktor dari
Melbourne tentang Islam Eksklusif dan Islam Inklusif itu jelas-jelas kacau dan
semaunya sendiri. Dia sudah terjebak dalam pola berpikir dikotomis
“literal-kontekstual” dalam metodologi tafsir Bible. Padahal, tidak mungkin
seorang Muslim dalam berijtihad terlepas dari teks dan sekaligus dari konteks.
Jika dicermati sejumlah tulisan
Nurcholish Madjid dan Budhy Munawar Rahman, mereka sudah masuk kategori
Pluralis – yang menyatakan semua agama sama-sama benar dan sebagai jalan yang
sah menuju Tuhan – dan bukan inklusif lagi.
Menuduh kaum yang disebutnya sebagai
‘Islam eksklusif’ tidak menjadikan ijtihad sebagai sentral berpikir mereka,
adalah tuduhan yang kurang ajar dan sama sekali tidak ilmiah. Sebaliknya,
menyebut pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra, Budhy Munawar
Rahman sebagai bentuk ijtihad, juga merupakan cara pandang yang sembrono dan
amburadul.
Hingga kini, orang-orang itu belum
menulis satu buku pun tentang metodologi ijtihad, dan belum layak mendapat
gelar “mujtahid”. Hanya karena berpikir sesuai dengan selera ‘liberal-sekular’
lalu dibilang “berijtihad”.
Selain itu, jika si doktor itu
membaca kembali diskursus tentang “keselamatan” di kalangan para ulama
ushuluddin, maka tidak perlu menulis kriteria seperti itu. “Kebenaran” Islam
dan “keselamatan” pemeluk agama Islam atau non-Islam adalah dua masalah yang
berbeda.
Dalam diskusi tentang “fathrah”, hal
ini banyak dibahas. Tetapi, sejak dulu, para ulama Islam tidak pernah berbeda
pendapat bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. MUI sendiri, dalam
fatwanya tentang Pluralisme Agama, menegaskan, bahwa dalam masalah aqidah dan
ibadah, umat Islam wajib bersifat eksklusif.
Secara ilmiah, kategorisasi Islam
eksklusif-Islam Inklusif model dosen UIN Yogya itu kacau-balau. Kategorisasi
ini lebih bisa dimengerti dalam konteks proyek pesanan untuk melakukan
stigmatisasi terhadap kelompok atau orang Muslim tertentu yang tidak disukai
oleh ‘sang donor ‘penelitiannya, sehingga diberikanlah cap-cap dan sifat
negatif serta peyoratif kepada kaum Muslim tertentu yang tidak disukainya.
Kita paham dengan pola kajian
Orientalis semacam ini. Sayangnya, mengapa ada ilmuwan dari kalangan Muslim
yang mau melakukan hal semacam ini, dengan imbalan duniawi yang sangat murah –
sekedar beberapa keping dolar dan gelar doktor.
Harusnya, para cendekiawan yang
mendapat kesempatan studi Islam di Barat memanfaatkan kesempatan itu
sebaik-baiknya untuk kepentingan Islam. Bukan malah sebaliknya, terjebak dalam
kerangka pikir Orientalisme untuk menghancurkan Islam. Na’udzubillah.
E..ISLAMISASI SAINS
(POTENSI
TEKNOLOGI MEDIA ELEKTRONIK DALAM PEMBENTUKAN AKAR BUDAYA ISLAMI)
Oleh:
J. Sutarjo
"Kelahiran tradisi dan budaya ilmu merupakan salah satu
prasarat penting kearah pembinaan pribadi yang unggul, pembangunan bangsa yang
kuat serta pembinaan peradaban yang tinggi"(Anwar Ibrahim, 1998)
Ungkapan di atas bukan sekedar ungkapan biasa, melainkan
sebuah ungkapan yang memilki makna yang amat mendalam dan mendasar jika
dihayati dengan penjabaran dari beberapa segi. Ungkapan di atas adalah sebuah
ungkapan kausatif, di mana pada prasa-prasa yang berada di awal ungkapan
merupakan prasa-prasa kausa. Dan prasa-prasa pada bagian berikutnya adalah
akibat dari prasa-prasa pada bagaian awal.
Dari ungkapan itu pula dapat ditangkap sebuah wacana yang
sangat luas kandunghannya, di mana terdapat di dalamnya dua permis besar yang
menuntut konsep maupun aplikasi yang tidak mudah begitu saja diwujudkan tanpa
melalui proses yang panjang. Sebgaimana adanya bahwa dalam membahas tradisi dan
ilmu dalam konsep maupun aplikasi tentu memerlukan tinjauan yang sangat luas,
karena berkaitan dengan kajian sosial dan budaya.
Walaupun tulisan ini tidak akan mengupas secara mendetil mengenai pesan-pesan yang ada pada ungkapan di atas. Tetapi tidak dipungkiri bahwa ungkapan itu cukup mengilhami titik awal tulisan ini dimulai.
Walaupun tulisan ini tidak akan mengupas secara mendetil mengenai pesan-pesan yang ada pada ungkapan di atas. Tetapi tidak dipungkiri bahwa ungkapan itu cukup mengilhami titik awal tulisan ini dimulai.
Bertolak dari ungkapan itu pula ada sebuah wacana besar yang
dapat mendukung kejayaan suatu bangsa, yaitu tradisi dan budaya. Banyak sekali
hal yang menyangkut pembenahan dan bahkan perusak dari budaya maupun tradisi
pada suatu bangsa.
Faktor agama merupakan wujud dari bangunan kebudayaan dan tradisi yang sangat diakui kebaikan maupun pengaruhnya dalam kehipan dunia manusia, bagaimana dengan sains?
Sains pada saat ini memiliki potensi yang sangat strategis dalam pembentukan tradisi maupun budaya dari suatu bangsa. Banyak hal kebaikan yang dipersenbahkan oleh para ilmuan di berbagai bidang keilmuan yang menjadikan suatu bangsa pada khususnya dan manusia pada umunya memilki pola pikir dan gaya hidup modern.
Namun tidak pula dapat dipungkiri bahwa sainspun memilki andil dalam perusakan budaya suatu bangsa atau manusia pada umunya. Dengan kemajuan tekhnologi, globalisasi di berbagai bidang pun tak dapat terelakkan lagi.
Faktor agama merupakan wujud dari bangunan kebudayaan dan tradisi yang sangat diakui kebaikan maupun pengaruhnya dalam kehipan dunia manusia, bagaimana dengan sains?
Sains pada saat ini memiliki potensi yang sangat strategis dalam pembentukan tradisi maupun budaya dari suatu bangsa. Banyak hal kebaikan yang dipersenbahkan oleh para ilmuan di berbagai bidang keilmuan yang menjadikan suatu bangsa pada khususnya dan manusia pada umunya memilki pola pikir dan gaya hidup modern.
Namun tidak pula dapat dipungkiri bahwa sainspun memilki andil dalam perusakan budaya suatu bangsa atau manusia pada umunya. Dengan kemajuan tekhnologi, globalisasi di berbagai bidang pun tak dapat terelakkan lagi.
Indonesia sebagai negara yang berada di kawasan Asia-timur,
memilki budaya dan tradisi ketimuran sebagaimana dimilki oleh negara-negara
lain di sekitarnya. Akan tetapi pada saat sekarang ini apapun yang ada di
negara-negara barat yang berkebudayaan jauh berbeda dengan indonesia, lambat
laun nyaris tak dapat dibedakan lagi.
Apakah budaya itu
milik bangsa barat atau milik semua bangsa. Di mana Indonesia dan negara di
kawasan Asia-timurpun berbudaya yang sama.
Dalam lingkup yang kecil dari kebudayaan namun memilki
posisi yang strategis. Sebut saja Pornografi dan Pornoaksi sebagai lintas
budaya yang sekarangpun meracuni budaya bangsa timur.
Pornografi dan pornoaksi adalah bahaya laten yang memberikan
dampak yang sangat buruk bagi eksistensi kaum muda Indonesia dan bangsa timur
pada umunya. Dikatakan sebagai bahaya kaum muda, dan sangat mungkin bukan hanya
kaum muda tapi juga kaum tua juga dapat terimbas bahanya tersebut.
Kalau ditinjau secara teliti sesungguhnya ada empat bahaya
besar yang ditimbulkan dari adanya pornografi dan pornoaksi. Pertama pornografi
dan pornoaksi bertedensi kuat merusak moral.Kedua mampu menghancurkan pikiran.
Ketiga melarutkan jiwa atau kepribadian. Dan yang terakhir pornografi dan
pornoaksi mendangkalkan orang dari ajararan agamanya.
Untuk mengantisipasi dampak bahaya dari pornografi itu kita
harus bisa mengidentifikasi sebab atau pintu bagi masuknya pengaruh pornografi
dan pornoaksi. Setidaknya ada beberapa pintu masuk utama. Media disadari atau
tidak kehadirannya telah membentuk perilaku, sikap dan pola pikir masyarakat.
Sebab isi yang ditampilkan media rata-rata mengandung pesan, paham, ataupun
model yang bisa menjadi rujukan bagi siapapun. Terlebih lagi dari kalangan atas
hingga bawah, anak-anak hingga orang tua pun dapat dengan mudah mengakses media
tersebut. Sebut saja VCD dan majalah mudah dibeli murah dan terjangkau. Tabloid
tampilan menggoda syahwat tersebar luas. Begitu juga dengan media elektronik.
Hampir semua stasiun TV masih menampilkan tayangan-tayangan yang tidak sesuai
dengan budaya dan agama. Apalagi dengan maraknya dialog seputar kehidupan suami
istri.
Satu media lagi yang memilki tantangan yang sangat besar
pada era globalisasi seperti sekarang ini. INTERNET, merupakan jaringan
informasi berkelas dunia. Semua informasi dari belahan dunia dapat diakses
melalui media satu ini. Informasi yang bernuansa keilmuan dan bahkan informasi
yang bermuatan perusakan moralpun tak pelak sangat mudah diakses dari media
tersebut. Ini adalah tantangan zaman, Siapa yang akan memberikan jawaban
terhadap tantangan tersebut?
Berbagai macam upaya untuk menangani dan mengantisipasi
penyebaran pornografi dan pornoaksi terbentur oleh kendala lemahnya sistem dan
kualitas moral aparat yang sangat buruk. Apalagi belum adanya aturan secara
tegas mengatur soal pornografi dan pornoaksi.
Oleh karena itu perlu adanya gagasan besar yang dapat
manghalau dan jika mungkin membalikkan nialai-nilai yang salama ini ditampilkan
diberbagai media, khususnya media elektronik. Mungkin belum sampai untuk
menjawab tantangan INTERNET, mungkin saja dapat dimulai dari media siar TV, yang
dinilai sebagai media paling digandrungi karena media tersebut merupakan
multi-media yang menyajikan hiburan sebagai prioritas utama disamping berita
dan periklanan. Dengan posisinya sebagai media penyiaran yang merupakan
satu-satunya media terpenting dalam perspektif aktifnya, mengubah pikiran
manusia memiliki power yang amat kuat; dapat menjarah ke seluruh belahan dunia,
dan merupakan media yang menarik.
Oleh karena itu diperlukan pemikiran-pemikiran berperspektif
budaya mulia, yang dalam hal ini agama adalah referensi yang sangat tepat.
Demikian juga usaha serius agar pornografi dan pornoaksi dapat dieliminasi.
Islam sebagai sebuah agama yang kaya akan konsep tentu
sangatlah berkompeten untuk dijadikan sebuah rujukan doktrinitif dan
representatif dengan segala keunggulan falsafah dan keaktualannya.
A. Pengertian Islamisasi
Kata Islamisasi berasal dari kata "Islam", yang di
dalam bahasa Arab berasal dari kata"salam" yang berarti "pasrah,
damai dan selamat". Sedangkan jika Islam ditinjau sebagai sebuah agama, ia
memiki pengertian sebagaimana berikut:
a.
Islam merupakan sebuah ajaran agama yang diwahyukan kepada
nabi Muhammad antara tahun 610-632, merupakan wahyu terakhir sebelum berakhir
kehidupan dunia. Nama ajaran ini dinyatakan dalam Al Qur'an (5:3), yang diturunkan
pada haji Wada' (perpisahan).
b.
Islam merupakan agama universal yang terakhir, yang saat ini
(th.1988) pemeluknya sekitar 800 juta jiwa.
Sementara kata islamisasi adalah kata benda dari
"mengislamkan", sehingga dapat difahami kata islamisasi adalah
"pengislaman" atau upaya mengislamkan.
Dari pengertian-pengertian di atas maka kata islamisasi dapat diartikan sebagai upaya mengislamkan, yang dimaksud adalah menyerahkan, menyelamatkan dan mendamaikan.
Dari pengertian-pengertian di atas maka kata islamisasi dapat diartikan sebagai upaya mengislamkan, yang dimaksud adalah menyerahkan, menyelamatkan dan mendamaikan.
B.
Pengertian Sains
Di dalam Longman Dictionary, sains yang berasal dari kata
"Science" (bahasa Inggris), diberi pengertian sangat singkat, yaitu:"Something
that may be learned sistematically"Sains adalah sesuatu yang dapat
dipelajari secara sistematis.
Dalam kamus Dwi Bahasa "OXFORD" karangan Joyce M.
Hawkins, Sains diberi pengertian sebagai berikut:"Science is branch of
knowledge requiring systematic study and
methode especially dealing with substances, life and natural laws."
methode especially dealing with substances, life and natural laws."
Sains merupakan bagian dari pengetahuan yang dikaji secara
metodik dan sistematis yang khusus berkaitan dengan substansi-substansi
kehidupan dan hukum-hukum alam.
Secara sederhana paling tidak dapat difahami bahwa sains merupakan pengetahuan yang eksistensinya menuntut metode dan sistematika.
Secara sederhana paling tidak dapat difahami bahwa sains merupakan pengetahuan yang eksistensinya menuntut metode dan sistematika.
Sementara dalam perspektif filsafat, sains yang dalam
pengertian aslinya adalah:
"The study of science in the broadest sense, its
nature, aims,
methodes, tools, parts, range, and relations to other subjects."
methodes, tools, parts, range, and relations to other subjects."
Studi mengenai pengetahuan dalam pengertian yang sangat luas
adalah berkaitan dengan lingkup, tujuans, metode-metode, media-media,
bagian-bagian, urutan-urutan dan hubungan-hubungannya dengan hal lain.
Dari ke-tiga pengertian di atas ada satu kata yang tidak
tertinggal, yaitu sistematis. Jelas sustu pengatahuan yang disebut sains harus
memilki sifat metodik sistematis. Di mana kebenarannya dapat diujikan oleh
siapaun asalkan menggunakan sistematika yang sama.
Sementara itu dalam perspektif Al-Qur'an, kata Sains, 'Ilm,
Knowledge dan pengetahuan adalah sesuatu yang identik.
Adapun salah satu ayat Al-Qur'an yang berbicara mengenai
sains (pengetahuan alam). Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Faathir ayat
27:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ اَنْزَلَ ِمنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَخْرَجَ بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفاً أَلْوِانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيْضٌ وِحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهَا وَغَرَاِبيْبُ سُوْدٌ.
"Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan
hujan dari langit, lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang
beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih
dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat".
Di dalam tulisan ini tidak ditampilakn dari tafsiran ayat di
atas, tetapi sekilas saja dapat dilihat bahwa ayat tersebut tidak menafikan
adanya pengetahuan mengenai alam ciptaan Allah, yang di dalamnya banyak
terkandung misteri pengetahuan.
Muhammad Ali Al Khuli, seorang penulis buku " Islam dan Peradaban Islam" dengan judul asli Al Islam wal Hadharah Al Gharbiyah, yang menyoroti peradaban Barat dan mengkomparasikan dengan konsep-konsep Islam, ia memberikan gagasan mengenai Islamisasi Sains. Dalam bahasanya yaitu Aslamatu al Ma'rifat, sebagai berikut:
" أسلمة المعرفة هو ان يبقى الإسلام مركز حياتنا، مركز علومنا، مركز تفكيرنا، مرجعنا الأول".
"Islamisasi Sains merupakan penempatan Islam sebagai satu-satunya central referensi kehidupan kita, central ilmu, central filsafat dan referensi utama".
Muhammad Ali Al Khuli, seorang penulis buku " Islam dan Peradaban Islam" dengan judul asli Al Islam wal Hadharah Al Gharbiyah, yang menyoroti peradaban Barat dan mengkomparasikan dengan konsep-konsep Islam, ia memberikan gagasan mengenai Islamisasi Sains. Dalam bahasanya yaitu Aslamatu al Ma'rifat, sebagai berikut:
" أسلمة المعرفة هو ان يبقى الإسلام مركز حياتنا، مركز علومنا، مركز تفكيرنا، مرجعنا الأول".
"Islamisasi Sains merupakan penempatan Islam sebagai satu-satunya central referensi kehidupan kita, central ilmu, central filsafat dan referensi utama".
Selanjutnya dari beberapa pengertian di atas, Islamisasi
sains dapat dimengerti sebagai proses penyelamatan pengetahuan agar menjadi
instrumen perdamaian dunia dengan mereferensi kepada Islam sebagai central
utama.
Adapuan kaitanya dengan tekhnologi elektronika, jika
dikaitkan dengan fenomena pornografi maupun pornoaksi yang dapat menghancurkan
kehidupan moral yang juga sangat mungkin teraktualkan dalam kerusakan-kerusakan
kehidupan manusia yang bnersifat materi, dapat dikendalikan dan bahakan sangat
mungkin dapat di selamatkan dengan kembali kepada konsep-konsep keilmuan Isalam
SAINS DAN KONSEP PEMIKIRAN ISLAM
Berawal dari anggapan bahwa jika akan mempelajari sains
seseorang selazimnya sejenak meninggalkan agama dalam pengertian meninggalkan
konsep agama sebagai satu-satunya konsep yang sudah pasti akan menjawab semua
permasalahan filsafat. Tentang ini jelas akan dapat lebih dijernihkan dengan
landasan berfikir yang bahwasannya konsep-konsep agama merupakan konsep
teologis yang juga bersifat doktrinitif.
Mengalihkan diri dari perspektif agama untuk sementara
tidaklah akan melanggar aturan agama itu sendiri. Khususnya dalam perspektif yang
dibangun oleh regulasi persepsi dalam menelurkan sebuah wacana kebenaran
konklustif. Struktur regulasi tersebut paling tidak dapat difahami dari tatanan
syariat di dalam Islam yang dimulai dari ketetapan aturan yang digagas melalui
Al-Qur’an kemudian Al-Sunnah dan sampai pada konsep Ijtihad yang pada tatnan
ini pada hakikatnya memang sudah keluar dari dua konsep utama di atasnya.
Konsep ijtihad yang ditawarkan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai proses meninggalkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, melainkan ia adalah proses penterjemahan dari sumber asal yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap sebagai ayat-ayat dhoni.
Konsep ijtihad yang ditawarkan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai proses meninggalkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, melainkan ia adalah proses penterjemahan dari sumber asal yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap sebagai ayat-ayat dhoni.
A. Perkembangan Sains
Di era modern seperti sekarang ini
sains merupakan fenomena dari perkrmbangan zaman itu sendiri. Perkembangan dari
masa-kemasa takkan dapat dielekkan lagi. Dan sains juga merupakan fenomena dari
kemajuan peradaban dunia. Kemudian juga sains di masa seperti sekarang ini
merupan fenomena lain dari sisi kehidupan manusia yaitu sis ke-tidak puasan
manusia dengan peradaban yang dimilikinya. Sebagaimana sebenarnya sangat
disadari bahwa tiada akan pernah ada titik puas dari makhluk yang bernama
manusia itu sendiri.
Dari zaman tokoh terkemuka pertama, Sokrates. Perkembangan
pengetahuan terus menunjukkan eksistensinya sebagai bagian besar dari aktifitas
dunia. Dari masa kemasa hingga zaman modern dan akhirnya masuk pada postmodern,
sains terus sibuk diperbincangkan.
Tekhnologi yang merupakan hasil dari prodak sainspun turut
memegang peranan yang amat besar dalam peradaban dunia, yang kadang kala
membangun dan memperbaiki juga kadang kala menghancurkan kehidupan pula. Adakah
kontrol yang berpotensi dalam hal ini? Sebuah kontrol yang hanya memberlakukan
tekhnologi sebagai pemelihara kelestarian dunia dan bukan menghancurkan
kehidupan dunia.
Seorang tokoh filsuf postmodernitas, Frans Kafka.
Mengemukakan gagasannya mengenai dunia. Ia berpendapat bahwa sebenarnya yang
menyentuh satu saraf penting kehidupan yang dijalani masyarakat industri
modern, adalah kerangka dunia yang penuh teka teki. Yang dalam karyanya itu
melukiskan nihilisme tanpa Tuhan.
Gagasan di atas menunjukkan betapapun tingginya pengetahuan yang dicapai oleh para ilmuan postmodernisme, tetap saja mustahil tanpa adanya Tuhan. Karena mereka takkan mampu menguakkan tabir teka-teki kerangka dunia yang pada dasarnya mereka hanya dapat mencapai setitik kecil saja dari misteri ilmu Tuhan.
Gagasan di atas menunjukkan betapapun tingginya pengetahuan yang dicapai oleh para ilmuan postmodernisme, tetap saja mustahil tanpa adanya Tuhan. Karena mereka takkan mampu menguakkan tabir teka-teki kerangka dunia yang pada dasarnya mereka hanya dapat mencapai setitik kecil saja dari misteri ilmu Tuhan.
Sampai kapanpun sains merupakan prodak dari filsafat. Jadi
bagaimanapun hebatnya hasil dari kajian sains tetaplah ia sebagai pengembangan
dari filsafat. Dan seorang filsuf sendiri jika ia tidak ingin tersesat maka
sudah selazimnya jika segala apa yang diketahuinya ia sandarkan kepada agama.
Sebagaimana dikutipkannya ungkapan Mulla Muhsin Faidh Al-Kanjani dalam bukunya
"manhaj Al-Baidha", ia menyatakan bahwa " Orang yang mau belajar
prodak-prodak filsafat, pertama-tama harus mempelajari Ilmu Agama."
B. Sekilas Mengenai Konsep Pemikiran
Islam
Konsep-konsep pemikiran Islam yang
bersifat ijtihadi, yang dimaksud di sini tidak begitu saja terpaku dengan
konsep-konsep yang ada pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah saja. Dalam mencetuskan
suatu gagasan pemikirannya itupun bermacam-macam faham dan melahirkan beberapa
aliran. filsafat Islam dalam satu aliran yang rigid. Sebagai contoh, paham
Neoplatonisme yang berkembang di kalangan filsuf Islam dianggap sebagai titik
temu ajaran Plato dan Aristoteles.
Padahal, pada saat ini kita mengetahui bahwa dua filsuf ini
memiliki jalan yang berbeda dengan Neoplatonisme yang dimaksud. Buku yang
dianggap sebagai karya Aristoteles saat itu adalah Theology. Namun belakangan
diketahui bahwa buku tersebut adalah karya tambahan dari Enneads-nya Plotinus.
Karenanya akan lebih aman bila kita mengatakan bahwa ada banyak corak
Neoplatonisme dari pada hanya ada satu corak Neoplatonisme.
Hal serupa juga dinyatakan oleh cak Nur dalam bukunya, Islam Doktrin dan Peradaban, bahwa paham Neoplatonisme yang sampai dan berkembang di kalangan filsuf Islam sudah tercampur dengan penafsiran Aristotelianisme.[1] Sementara ajaran Aristoteles yang dipelajari oleh para filsuf Islam sebenarnya sudah bukan ajaran Aristoteles yang murni melainkan ajaran-ajaran dari para penafsir Aristoteles. Sehingga dengan demikian bukan Aristoteles sendiri yang berpengaruh dalam filsafat Islam melainkan Aristotelianisme.[2]
Hal serupa juga dinyatakan oleh cak Nur dalam bukunya, Islam Doktrin dan Peradaban, bahwa paham Neoplatonisme yang sampai dan berkembang di kalangan filsuf Islam sudah tercampur dengan penafsiran Aristotelianisme.[1] Sementara ajaran Aristoteles yang dipelajari oleh para filsuf Islam sebenarnya sudah bukan ajaran Aristoteles yang murni melainkan ajaran-ajaran dari para penafsir Aristoteles. Sehingga dengan demikian bukan Aristoteles sendiri yang berpengaruh dalam filsafat Islam melainkan Aristotelianisme.[2]
Untuk meneropong beberapa kecenderungan aliran dalam
filsafat Islam, penulis menyajikan dua aliran yang menjadi kecenderungan
sebagian besar filsuf
Islam, yakni aliran Peripatetik dan aliran Iluminasi. Pada umumnya gaya berfilsafat peripatetik menjadi kecenderungan para filsuf Islam yang berada di wilayah barat seperti Andalusia. Sementara pada aliran Iluminasi, mereka yang mencoba memadukan filsafat Yunani dengan kebijaksanaan timur (oriental wisdom), pada umumnya berdiam di wilayah bagian timur seperti Persia dan Suriah.
Islam, yakni aliran Peripatetik dan aliran Iluminasi. Pada umumnya gaya berfilsafat peripatetik menjadi kecenderungan para filsuf Islam yang berada di wilayah barat seperti Andalusia. Sementara pada aliran Iluminasi, mereka yang mencoba memadukan filsafat Yunani dengan kebijaksanaan timur (oriental wisdom), pada umumnya berdiam di wilayah bagian timur seperti Persia dan Suriah.
1.
Peripatetisme
Filsafat peripatetik dapat kita
lihat pada gejala Aristotelianisme. Para filsuf Islam yang masuk dalam kategori
filsuf peripatetik diantaranya adalah Ibnu Bajjah (wafat 533 H/ 1138 M), Ibnu
Tufail (wafat 581 H/ 1185 M) dan Ibnu Rushd (520-595 H/1126-1198 M). Abad ke-11
menjadi saksi atas munculnya sejumlah ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar
ilmiah yang genuine. Puncak dari perjalanan ini ada pada kelahiran kembali
Aristotelianisme. Peripatetik yang dalam bahasa Arab dikenal dengan nama
al-Masyai’yyah berarti orang yang berjalan diambil dari kebiasaan Aristoteles
yang selalu berjalan-jalan dalam mengajar.
Untuk melihat corak filsafat peripatetik, ada baiknya bila kita melihat beberapa filsuf yang berasal dari wilayah barat ini sekilas.
Untuk melihat corak filsafat peripatetik, ada baiknya bila kita melihat beberapa filsuf yang berasal dari wilayah barat ini sekilas.
Ibnu Bajjah yang dikenal Avempace
dalam bahasa latin telah menempatkan diri sebagai filsuf yang berdiri pada
tradisi Neoplatonik-Peripatetik yang diperkenalkan oleh al-Farabi.
Bagi Ibnu Bajjah, al-Farabi adalah satu-satunya guru logika, politik dan metafisika yang berasal dari wilayah timur. Tampaknya Ibnu Bajjah memiliki hubungan yang cukup dekat dengan filsuf wilayah timur yang satu ini. Hal ini dapat kita lihat juga pada karya Ibnu Bajjah yang berjudul Tadbir al-Mutawahhid yang mendasarkan pada pemikiran al-Farabi dengan cukup kental. Kedekatannya dengan al-Farabi yang dikenal sebagai guru kedua dalam filsafat di mana guru pertamanya adalah Aristoteles telah memberi warna tersendiri bagi metode filsafat Ibnu Bajjah.
Bagi Ibnu Bajjah, al-Farabi adalah satu-satunya guru logika, politik dan metafisika yang berasal dari wilayah timur. Tampaknya Ibnu Bajjah memiliki hubungan yang cukup dekat dengan filsuf wilayah timur yang satu ini. Hal ini dapat kita lihat juga pada karya Ibnu Bajjah yang berjudul Tadbir al-Mutawahhid yang mendasarkan pada pemikiran al-Farabi dengan cukup kental. Kedekatannya dengan al-Farabi yang dikenal sebagai guru kedua dalam filsafat di mana guru pertamanya adalah Aristoteles telah memberi warna tersendiri bagi metode filsafat Ibnu Bajjah.
Salah satu pemikiran Ibnu Bajjah
adalah tentang empat tipe mahluk spiritual. Tipe pertama adalah bentuk-bentuk
dari benda-benda langit (forms of the heavenly bodies) yang sama sekali
bersifat imateriil. Ibnu Bajjah menyamakan tipe ini dengan akal-akal terpisah
(separate intelligences) yang dalam kosmologi.
Aristotelian dan Islam diyakini
sebagai penggerak benda-benda langit. Tipe kedua adalah akal capaian (mustafad)
atau akal aktif yang juga bersifat immateriil. Tipe ketiga adalah bentuk-bentuk
materiil yang diabstraksikan dari materi. Sedangkan tipe yang keempat adalah
representasi-representasi yang tersimpan dalam tiga daya jiwa: sensus communis,
imajinasi dan memori. Seperti bentuk-bentuk materiil, bentuk-bentuk ini juga
dinaikkan ke tingkat spiritual melalui fungsi abstraktif yang terdapat pada
jiwa manusia. Puncak dari fungsi abstraktif ini ialah pemikiran rasional.
Tokoh filsafat perpatetik lainnya
adalah Ibnu Tufail yang lahir di Wadi ‘Asy dekat Granada. Salah satu karya yang
cukup terkenal dari Ibnu Tufail adalah sebuah roman yang berjudul Hayy ibn
Yaqzhan. Judul karya ini memang sama dengan dengan karya yang telah dibuat
sebelumnya oleh Ibnu Sina. Dalam buku ini, Ibnu Tufail menekankan kebijaksanaan
timur yang dapat diidentifikasikan sebagai tasawuf yang saat itu banyak ditolak
oleh banyak filsuf, termasuk Ibnu Bajjah. Melalui karyanya ini, Ibnu Tufail
mengaku dapat memecahkan pertentangan yang timbul antara filsafat dan agama
atau akal dan iman. Dua hal yang bertentangan ini dapat diumpamakan sebagai
kebenaran internal dan kebenaran eksternal yang pada prinsipnya sama-sama
kebenaran.
Namun dua macam kebenaran ini tidak
bisa digeneralisasikan untuk siapa saja tanpa melihat kecerdasan yang dimiliki
oleh orang bersangkutan. Karena kebenaran filsafat hanya dapat dicapai oleh
orang-orang khusus yang memiliki kecerdasan yang tinggi maka ia tidak bisa
diberikan begitu saja kepada orang awam. Sementara kebenaran agama yang melalui
kitab suci Alquran yang menggunakan bahasa inderawi dan makna-makna harfiah
akan dapat dengan mudah difahami oleh orang pada umumnya (awam).
Ibnu Rushd merupakan tokoh puncak dalam aliran filsafat peripatetik. Karena perkembangan filsafat paska Ibnu Rushd sudah mengambil jalan yang lain, yakni Iluminasi. Ia lahir pada 1126 M di Kordoba dan mempelajari banyak bidang, mulai bahasaArab, fikih, kalam hingga kedokteran. Seorang khalifah pernah memerintahkannya untuk menjelaskan karya-karya Aristoteles karena sangat sulit untuk dipahami.
Ibnu Rushd merupakan tokoh puncak dalam aliran filsafat peripatetik. Karena perkembangan filsafat paska Ibnu Rushd sudah mengambil jalan yang lain, yakni Iluminasi. Ia lahir pada 1126 M di Kordoba dan mempelajari banyak bidang, mulai bahasaArab, fikih, kalam hingga kedokteran. Seorang khalifah pernah memerintahkannya untuk menjelaskan karya-karya Aristoteles karena sangat sulit untuk dipahami.
Ibnu Rushd menulis komentar secara
komprenhensif mengenai karya-karya Aristoteles kecuali politics. Karya
Aristoteles, Physics, Metaphysics, De Anima, De Coelo dan Analytica posteriora
dikomentari oleh Ibnu Rushd dalam tiga versi, “komentar lengkap”, “komentar
sedang” dan “komentar singkat.”
Karya-karya Ibnu Rushd yang lebih
orisinal dapat kita baca pada polemiknya dengan Imam al-Ghazali tentang
kesesatan para filsuf pada Tahafut al-Tahafut (kerancuan dari buku Tahafut
karya al-Ghazali). Atau pada Fashl al-Maqal dan al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillah
yang menyerang teologi al-Asy’ary dan menjelaskan hubungan filsafat dan agama
yang sangat hangat pada saat itu. Dalam perdebantannya dengan para teolog
mengenai penciptaan, Ibnu Rushd banyak diinspirasikan oleh pandangn
Aristoteles.
Menurut Ibnu Rushd, ‘penciptaan’ merupakan tindakan menggabungkan materi dengan bentuk atau teraktualisasinya potensi menjadi aktus. Jadi penciptaan bukanlah sesuatu yang berasal dari ketiadaan (creatio ex nixilo). Pandangan Ibnu Rushd yang ia petik dari buah pikiran Aristoteles ini berimplikasi pada proses tergabungnya bentuk dengan materi. Tuhan dalam hal ini menjadi pencipta unsur-unsur dari gabungan itu sendiri, yang tak lain adalah alam semesta. Pengabungan ini dapat berlangsung secara terus-menerus atau sekaligus. Bagi Ibnu Rushd, hanya penciptaan yang terus-menerus (ihdats da’im), seperti yang ia katakan dalam Tahafut al-Tahafut yang layak bagi penciptaan alam.
Menurut Ibnu Rushd, ‘penciptaan’ merupakan tindakan menggabungkan materi dengan bentuk atau teraktualisasinya potensi menjadi aktus. Jadi penciptaan bukanlah sesuatu yang berasal dari ketiadaan (creatio ex nixilo). Pandangan Ibnu Rushd yang ia petik dari buah pikiran Aristoteles ini berimplikasi pada proses tergabungnya bentuk dengan materi. Tuhan dalam hal ini menjadi pencipta unsur-unsur dari gabungan itu sendiri, yang tak lain adalah alam semesta. Pengabungan ini dapat berlangsung secara terus-menerus atau sekaligus. Bagi Ibnu Rushd, hanya penciptaan yang terus-menerus (ihdats da’im), seperti yang ia katakan dalam Tahafut al-Tahafut yang layak bagi penciptaan alam.
2.
Illuminasionisme
Filsafat iluminasi yang dalam bahasa
Arab disebut dengan Hikmat al-Isyraq dapat kita ikuti jejaknya mulai dari
al-Maqtul Syihab al-Din al-Suhrawardi. Ia lahir di Aleppo, Suriah pada 1154 dan
dihukum mati oleh Shaladin pada 1191 atas tuduhan kafir seperti yang diklaim
oleh para teolog dan fuqaha. Dalam banyak risalah, al-Suhrawardi menyatakan
bahwa pendapat-pendapatnya sesuai dengan metode peripatetik konvensional yang
ia sebut sebagai metode diskursif yang baik.
Namun metode tersebut tidak lagi
memadai bagi mereka yang berusaha mencari Tuhan atau bagi yang ingin memadukan
metode diskursif dengan pengalaman batin sekaligus.
Menurut al-Suhrawardi, agar dapat melakukan tugas ini, seseorang dapat mengambil jalur filsafat iluminasi atau Hikmat al-Isyraq Inti dari ajaran hikmat al-Isyraq al-Suhrawardi adalah tentang sifat dan pembiasan cahaya. Cahaya ini, menurutnya, tidak dapat didefinisikan karena merupakan realitas yang paling nyata dan yang menampakkan segala sesuatu. Cahaya ini juga merupakan substansi yang masuk ke dalam komposisi semua substansi yang lain. Segala sesuatu selain “Cahaya Murni” adalah zat yang membutuhkan penyangga atau sebagai substansi gelap. Objek-objek materil yang mampu menerima cahaya dan kegelapan sekaligus disebut barzakh.
Menurut al-Suhrawardi, agar dapat melakukan tugas ini, seseorang dapat mengambil jalur filsafat iluminasi atau Hikmat al-Isyraq Inti dari ajaran hikmat al-Isyraq al-Suhrawardi adalah tentang sifat dan pembiasan cahaya. Cahaya ini, menurutnya, tidak dapat didefinisikan karena merupakan realitas yang paling nyata dan yang menampakkan segala sesuatu. Cahaya ini juga merupakan substansi yang masuk ke dalam komposisi semua substansi yang lain. Segala sesuatu selain “Cahaya Murni” adalah zat yang membutuhkan penyangga atau sebagai substansi gelap. Objek-objek materil yang mampu menerima cahaya dan kegelapan sekaligus disebut barzakh.
Dalam hubungannya dengan objek-objek
yang berada di bawahnya, cahaya memiliki dua bentuk, yakni cahaya yang terang
pada dirinya dan cahaya yang menerangi yang lain. Cahaya yang terakhir ini
merupakan penyebab tampaknya segala sesuatu yang tidak bisa tidak beremanasi
darinya. Di puncak urutan wujud terdapat cahaya-cahaya murni yang membentuk
anak tangga menaik.
Pada bagian tertinggi dari urutan
anak tangga ini disebut Cahaya di atas Cahaya yang menjadi sumber eksistensi
semua cahaya yang ada di bawahnya, baik yang bersifat murni maupun campuran.
Oleh al-Suhrawardi cahaya ini juga disebut Cahaya Mandiri, Cahaya Suci atau
Wajib al-Wujud. Filsuf yang juga banyak diinspirasikan oleh Hikmat al-Isyraq
al-Suhrawardi namun kemudian memodifikasinya ajaran tersebut sedemikian rupa
sehinga menjadi ilm al-huduri (knowledge by presence) adalah Mulla Shadra.
Mulla Shadra lahir di Syiraz, Persia pada tahun 1572 dan
belajar pada guru-guru Isyraqi yang pada saat itu sedang menggejala di dalam
tradisi filsafat Persia. Karya yang menjadi magnum opus Mulla Shadra adalah
Hikmat al-Muta’aliyah (hikmat transendental) yang lebih dikenal dengan al-asfar
al-arba’ah (empat perjalanan).
Empat perjalanan yang dimaksud oleh Mulla Shadra dikemukakan
dalam al-asfar al-arba’ah sebagai berikut: pertama perjalanan dari makhluk
menuju Tuhan, kedua perjalanan menuju Tuhan melalui bimbingan Tuhan, ketiga
perjalanan dari Tuhan menuju makhluk melalui bimbingan Tuhan, dan yang keempat
adalah perjalanan di dalam makhluk melalui bimbingan Tuhanz
Berikut ini diagram yang menggambarkan bagaimana Mulla
Shadra melanjutkan tradisi isyraqi yang ada sebelumnya: Cahaya Tertinggi:(Wajib
al-Wujud)Alam Perintah atau Entitas-Entitas Lunak(Alam Kawruhan)Bentuk-bentukKawruhan Jiwa Manusia Falak Universal(Falak Luar)Alam
Ciptaan(Alam Materiil)
Salah satu pemikiran Mulla Shadra yang sampai kini masih
fenomenal dalam tradisi filsafat di Persia (baca: Iran - saat ini) adalah tentang
‘ilm al-huduri atau knowledge by presence. Ilmu ini biasanya dipertentangkan
dengan knowledge by representation (‘ilm al-husuli).
Menurut Mulla Shadra perbedaan antara ‘ilm al-huduri dengan
‘ilm al-Husuli ada pada hubungan antara subjek penahu dengan objek yang
diketahui. Dalam ‘ilm al-husuli (knowledge by representation), hubungan antara
subjek dengan objek jelas terpisah sehingga ada konsep dualisme di dalamnya.
Sementara pada ‘ilm al-huduri (knowledge by presence)
dualisme itu hilang. Yang ada adalah kesatuan antara subjek penahu dan objek
yang diketahui. Ia adalah seorang pakar ‘ilm al-huduri kontemporer, Mehdi
Ha’iri Yazdi menulis sebuah buku khusus tentang ‘ilm al-huduri dalam The
Prisnciple of Epistemology in Islamic Philosophy: Knowledge by Presence.
Dari uraian-uraian di atas mengenai kilas parjalanan
pemikiran dalam Islam pasca-Rasulullah dan sahabat, gelombang kebudayaan
pra-Islam tidaklah dapat dipisahkan dari perkembangan peradaban Islam klasik
yang banyak disebut oleh sejarahwan muslim sebagai masa-masa kejayaan Islam
atau golden age. Proses penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan
India hanya salah satu pintu dialog antar peradaban, sementara tanpa proses
reproduksi, penerjemahan hanya menjadi tumpukan karya yang sudah
dialihbahasakan belaka.
Karenanya, dukungan penguasa saat itu dan dengan gairah
keilmuan umat Islam yang luar biasa menjadikan gelombang kebudayaan ini tidak
sia-sia. Segala upaya, baik materil maupun semangat juang yang telah ditorehkan
dalam bentuk maha karya telah menjadi pilar-pilar peradaban Islam yang sangat
menentukan.
Bila peradaban Islam klasik banyak ditopang oleh kebudayaan
sebelumnya, hal yang sama juga dialami oleh bangsa Barat pada abad kelimabelas.
Semangat kelahiran kembali (renaissans) yang dikobarkan oleh masyarakat Eropa
Barat tidak bisa dilepaskan dari peran ilmuwan muslim yang telah menularkan
semangat pengetahuan pada masayarakat Eropa saat itu.
Khusus dalam bidang filsafat, Jamil Shaliba pernah
memberikan catatannya atas pengaruh pemikir Islam di dunia Barat (Eropa).
Menurutnya pengaruh peradaban Islam klasik bagi peradaban Barat Modern masih
lebih besar dibandingkan dengan pengaruh peradaban Yunani bagi peradaban Islam
klasik. Pada saat ini, setelah terjadi kebangkitan di dunia Islam, umat kembali
harus banyak belajar dari para pemikir barat yang sudah jauh meninggalkan dunia
Islam.
REFLEKSI TEORITIK
Bercermin dari fakta sejarah zaman keemasan Islam dalam ilmu
pengetahuan, Terdapat sebuah fenomena peran serta politik pada saat itu. Peran
politik ini dimainkan oleh kaum penguasa, di mana dengan kekuasaanya ternyata
mampu mengakomodir setiap sudut pola kehidupan.
Bahkan perjalanan kehidupan pengetahuanpun dapat
dicentralkan sesuai dengan keinginan para penguasa tersebut. Dengan alasan
logis, siapapun yang menentangnya akan tidak diberi kesempatan mengembangkan
pengetahuannya.
Merealisasikan islamisasi sains saat ini khususnya di
Indonesia, perlu dibangun sebuah pemahaman yang menggagas mengenai "The
Very Big Power" sangat mungkin dimiliki oleh penguasa siapapun dan
dimanapun. Dalam gelombang besar sejarah keilmuan, Islam pernah menempati masa
keemasan "Golden Age", yang kemudian dengan ruda-paksa direbut oleh
bangsa barat. Dikatakan dengan ruda-paksa, karena pada kenyataanya perolehannya
merupakan imbas kemenangan bangsa barat dalam perebutan kekuasaan dengan
penguasa Islam.
Peran penguasa dalam mepolitisir sains tentu merupakan
sesuatu yang diharapkan pengaktualisasiannya, bukan sekedar wacana apalagi
bersifat monumental.
Lebih mengerucut pada pokok permasalahan islamisasi media elektronik TV dan Internet, ada langkah-langkah riil namun membutuhkan konsekuensi yang sangat besar, berkaitan dengan materi, sosial dan mungkin juga dengan hubungan diplomatik antar negara.
Bentuk gagasan tegas yang mungkin dapat dilakukan adalah:
Lebih mengerucut pada pokok permasalahan islamisasi media elektronik TV dan Internet, ada langkah-langkah riil namun membutuhkan konsekuensi yang sangat besar, berkaitan dengan materi, sosial dan mungkin juga dengan hubungan diplomatik antar negara.
Bentuk gagasan tegas yang mungkin dapat dilakukan adalah:
1.
Melahirkan undang-undang realistis mengenai penyiaran dengan
landasan konsep Islam, walaupun tidak harus dinyatakan dengan undang-undang
Isalm, menselaraskan dengan kedemokrasian negara.
2.
Memblokade lintas siar (jaringan penyiaran); Yaitu
pembatasan jaringan penyiaran dan atau sensor yang ketat dengan mereferensi
kepada undang-undang di atas.
3.
Mampu mengadakan sensorisasi informasi internet, yang dalam
hal ini membutuhkan kemampuan yang memadahi dalam bidang teknologi informatika
khususnya mengenai penyebaran informasi melalui media ini.
Untuk tingkat negara seperti
Indonesia, ini sangat mungkin. Tetapi untuk kehidupan ilmu pengetahuan tingkat
dunia tentu membutuhkan wacana yang lebih besar lagi. Di mana realita kehidupan
dunia sekarang ini sangatlah komplek.
F.Pluralisme menurut berbagai agama
·
Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama
seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan
dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan,
setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
·
Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama
yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih.
Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam
agama-agama.
·
Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan
suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar
agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
·
Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk
ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang
berbeda-beda.
Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada
pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan(Pluralitas). Namun bukan
berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme), artinya tidak
menganggap bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menentang paham pluralisme dalam agama Islam. Namun demikian, paham pluralisme
ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama
adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum
diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan
untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas
agama-agama yang ada.
·
Di Indonesia, salah satu kelompok Islam yang mendukung pluralisme agama adalah Jaringan Islam Liberal.
·
Di halaman utama
situsnya terulis: "Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih, Tuhan Penyayang,
Tuhan segala agama."
·
Kristen
Dalam dunia Kristen, pluralisme agama pada beberapa
dekade terakhir diprakarsai oleh John Hick. Dalam hal ini dia mengatakan bahwa
menurut pandangan fenomenologis, terminologi pluralisme agama arti sederhananya
ialah realitas bahwa sejarah agama-agama menunjukkan berbagai tradisi serta
kemajemukan yang timbul dari cabang masing-masing agama. Dari sudut pandang filsafat, istilah ini menyoroti sebuah teori
khusus mengenai hubungan antartradisi dengan berbagai klaim dan rival mereka.
Istilah ini mengandung arti berupa teori bahwa agama-agama besar dunia adalah pembentuk aneka ragam persepsi yang berbeda mengenai
satu puncak hakikat yang misterius
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Di zaman seperti sekarang ini untuk dapat mereduksi
pengetahuan berperspektif Islam harus melalui media politik. Di mana yang
memegang kontrol perkembangan dan aplikasi ilmu pengetahuan adalah penguasa. Di
negara manapun dan di belahan dunia manapun.
Wilayah belahan dunia yang mungkin mewarnai perkembangan sains dengan konsep-konsep kehidupan Islam adalah bangsa-bangsa yang memilki potensi politik dan penguasa Islam dan atau menjalankan agama Islam.
Wilayah belahan dunia yang mungkin mewarnai perkembangan sains dengan konsep-konsep kehidupan Islam adalah bangsa-bangsa yang memilki potensi politik dan penguasa Islam dan atau menjalankan agama Islam.
Modernisme mengandung makna pikiran, aliran, gerakan, dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adap istiadat, institusi-institusi lama dan
sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan olah kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Puritanisme dalam islam mempunyai pengertian usaha untuk
mengembalikan umat islam kepada ajaran yang murni berasal dari pembawanya yakni
Nabi Muhammad saw. yaitu al-Quran dan hadis agar bersih dari perilaku
takhayyul, bid’ah dan khurafat yang dapat merusak ajaran dan aqidah umat islam.
Pengertian antara puritanisme dan modernisme dapat dilihat
bahwa kedua istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda. Jika puritanisme
mengandung arti memurnikan pemikiran atau ajaran dari segala aspek dari luar
yang mencampuri atau mempengaruhi suatu pemikiran atau ajaran tertentu yang
dapat menodai kemurnian islam. Sedangkan modernisme mengandung pengertian
gerakan membuat suatu perubahan paradigma berpikir dalam umat islam yang lebih
aktual. Maka dengan adanya pergerakan modernisasi diharapkan dapat mewujudkan
kesesuaian antara kemajuan zaman dan agama. Tujuan keduanya adalah untuk
menyesuaikan antara perubahan zaman yang semakin aktual dengan ajaran islam
yang murni.
Jika menggunakan analisa lebih global, modernisasi bukanlah
merupakan ataupun kekalahan antara dua orientasi kultural: antara Timur dan
Barat, atau antara Islam dengan non Islam. Namun yang sesungguhnya adalah
perubahan antara dua zaman yang berbeda, misalnya abad Agraria dan abad Teknis,
zaman masyarakat pedesaan menuju masyarakat perkotaan, dan bahkan antara zama
pra-sejarah kepada zaman sejarah. Jadi substansinya adalah perubahan-perubahan
global yang terjadi pada suatu masa yang berangkat dari ketertinggalan menuju
perubahan yang lebih maju.
DAFTAR PUSTAKA
·
Fazlur
Rahman. Islam. (New York: Ancho Book) Terjemahan. 1979'Ali Al Khuli, Dr, Al
Islam wal Hadharah Al Gharbiyah, Darul Falah, 'Aman, 2000 A.R. Lacey, A.
Dictionary of Philoshophy, Routledge, London, 2000, hlm. 307
·
Ciryl
Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.2,
1998
·
Djono,
Drs, H, hlm. 2 Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Lektur, STAIN Cirebon, Seri VIII
·
http://www.bu.edu/wcp/Papers/TKno/TKnoMesb.htm,
Ali Mesbah, Subject-Object relation in Mulla
·
Joice
M. Hawkins, Kamus Dwi Bahasa OXFORD, Erlangga, Jakarta, 1996
·
John
Lechte, 50 Filsuf Kontemporer, Kanisius, Yogyakarta, Cet. 5, 2005
·
Longman
Dictionary, Chancelor, Cet. 4, 1998
·
Mahdi
Ghulsyaini, Dr, Filsafat Sains Menurut AL-Qur'an, Mizan, Bandung Cet. 10
·
Majid
Fakhry, Sejarah Filsfat Islam Sebuah Peta Kronologis, hal, 100, Mizan, Jakarta
2002.
·
Nurcholish
Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, hal. 226, Paramadina, Jakarta, 2000
·
Toni
Greener, Kiat Sukses Publik Relations dan Pembentukan Citranya, Bumi Aksara,
Cet. 3 2002
·
Oliver
Leamen, Pengantar Filsafat Islam Sebuah Pendekatan Tematis, hal. 4, Mizan,
Jakarta, 2001.
·
Toni
Greener, Kiat Sukses Publik Relations dan Pembentukan Citranya, Bumi Aksara,
Cet. 3, 2002
·
Harun
Nasution. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang) 1986
·
Hasan
Sadily DKK. Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru) 1984
·
John
J. Donohue, John I. Esposito. Islam dan Pembaharuan, Ensiklopedi
Masalah-Masalah. (Jakarta : Cinta Niaga Rajawali) Terj. 1993
·
Pustaka
Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Khazanah Intelektual Islam/Editor:
Nurkholis Madjid (Jakarta: Bulan Bintang) 1994
Ditulis oleh Ading Khawalid Al-Patalingi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar